Jumat, 22 Juli 2016

PUASA KELAS TERI (Oleh : Gus Selim Bom)

PUASA KELAS TERI
Oleh : Gus Selim Bom

Dua ramadhan saya bekerja di malaysia sebagai kontraktor instalasi listrik, bekerja dengan orang-orang yang berbeda negara, agama dan budaya tentunya menambah wawasan saya sebagai warga indonesia yang kebetulan beragama islam, temanku dari myanmar seorang beragama budha bekerja memasang pipa air, temanku yang lain dari pakistan seorang muslim bermadzhab hanafi bekerja sebagai kongsikong ( kerja ganda termasuk bersih-bersih ), jam istirahat kerja kami adalah pukul 01:00 siang waktu malaysia, saya tidak membawa bekal karena memang sedang berpuasa, sementara temanku myanmar membawa bekal makan karena ia memang tidak puasa, sedang temanku pakistan ia memilih membeli di kantin yang di kelola seorang madura muslim. What??? Madura muslim bulan puasa kenapa buka kantin?

Saya kasih tahu, yang bekerja di proyek itu tidak semuanya muslim, ada india hindu, myanmar budha, china kristen atau konghucu, dan lain-lain, bahkan banyak juga orang islam yang tidak puasa dan sengaja batalkan puasa, ini dosa siapa? Dosa tukang kantin buka siang ramadhan? Dosa yang punya kantin ga menghormati orang puasa? Helooowww...niat puasa itu WAJIB KARENA ALLAH TA'ALA bukan WAJIB KARENA MINTA DIHORMATI ORANG YANG TIDAK PUASA.

Kembali ke episode sebelumnya, temanku myanmar makan dengan lahap di depan saya dan minum es teh manis seenaknya, saya faham tindakannya itu bukan berniat melecehkan dan tidak menghormati saya yang sedang puasa, tapi lebih ke individu, dia punya hak sebagai umat budha untuk makan di bulan ramadhan, dan saya punya kewajiban sebagai muslim menahan diri dan memaklumi, intinya jangan berprasangka atau su'udzon pada mereka yang tidak berpuasa, salah satu inti ajaran puasa ramadhan adalah menahan diri dari hawa nafsu termasuk sakwasangka atau su'udzon, kemudian datang kawanku pakistan membawa roti dan es teh manis, ia menawarkan padaku, ia berpendapat pekerja berat boleh membatalkan puasa, saya tidak mendebatnya dengan dalil-dalil, saya hargai pendapatnya itu, saya tolak dengan halus bahwa saya masih sanggup berpuasa, saya yakin meski saya bermadzhab syafi'i dan ia bermadzhab hanafi tapi jika dicari persamaannya tentu lebih indah dari pada mencari perbedaannya, persamaan paling dasar adalah bahwa kita sama-sama beragama islam, sekali lagi bukan berarti ia tidak menghormati saya dengan menawarkan roti dan es teh manis, tapi lebih ke individu, bahwa ia tidak kuat berpuasa karena pekerjaannya yang berat dan saya harus memaklumi bukan malah menjelma menjadi manusia dalil dan berkata "KAMU TIDAK MENGHORMATI ORANG PUASA, KAFIIIIRRR, NERAKA JAHANAM!!!!".

Saya teringat pengalaman puasa pertama saya saat kecil dulu, saya marah melihat adik saya ambil puding di kulkas tengah hari saat terik dan memakannya dihadapan saya pelaku puasa kelas teri yang tengah belajar puasa, kemudian ibu membujukku bahwa "semakin kamu menahan diri, bersabar dan kuat menahan godaan, maka semakin tuhan mengangkat derajat puasamu, membimbingmu menjadi pribadi yang baik, tidak mudah marah dan mampu berjihad melawan hawa nafsumu sendiri".
Jika puasamu masih merasa terganggu oleh makanan dan minuman, berarti niat puasamu sebatas menahan lapar dan dahaga saja, tidak lebih, dan yang pasti kwalitas puasamu adalah kwalitas puasa pemula dan masih pada level puasa kelas teri.

Jika Allah tidak marah dan mengirimkan petir pada pemilik warteg dan orang yang tidak puasa agar hangus terbakar dan mati, lantas kenapa kamu marah-marah pada mereka? KAMU SIAPA???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar