Secara tegas muktamar mengamanatkan pada PBNU salah satunya untuk menyusun platform ekonomi keumatan sesuai dengan khittah konstitusi & khittah NU sebagai organisasi dîniyyah ijtimâ’iyyah. Platfom yg dimaksud tersebut yakni platform yg harus menggambarkan pandangan dan sikap NU terhadap pembangunan nasional, haluan pembangunan nasional, & rencana kerja NU dalam menggerakan aktivitas ekonomi umat & organisasi.
Kaitannya dengan perkembangan ekonomi, Bappenas tahun 2015 merilis data tingkat ketimpangan ekonomi antarpenduduk atau rasio gini di Indonesia masih berada pada kisaran angka 0,413. Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun yg sama juga merilis data bahwa jumlah masyarakat miskin di Indonesia masih sebesar 11,2 persen atau sekitar 28 juta penduduk. Jumlah tersebut masih sangat besar. & fakta berbicara bahwa warga NU rata-rata masih masuk ke dalam golongan 28 juta penduduk tersebut.
Nahdlatul Ulama (NU) sebagai sebuah organisasi sosial keagamaan memiliki peran strategis dalam kehidupan umat. NU didirikan salah satunya bertujuan untuk kemaslahatan umat yg antara lain bisa ditempuh melalui jalur pemberdayaan ekonomi.
Pada 1938, NU mendirikan apa yg ketika itu dinamakan dengan importhandel & exporthandel, yg keduanya diperuntukkan guna mengurusi kegiatan ekspor-impor atau perdagangan luar negeri. Hal ini diputuskan secara resmi di Muktamar Menes, Banten.
Setahun setelah keputusan tersebut, yakni pada th 1939 pada forum muktamar yg digelar di Magelang, sebagai sebuah upaya utk memberi landasan dalam menjalankan ekonomi & bisnis, NU merumuskan konsep mabadi khoiro ummah yg berisi tiga poin utama. Ke-3 poin itu adalah : as-shidqu (kejujuran), alwafa bil 'ahdi (menepati janji), & at-ta’awun (saling tolong-menolong).
Tiga prinsip tersebut yakni landasan yg harus dipegangi oleh warga NU dalam segala hal, utamanya menyangkut kegiatan ekonomi & bisnis. Dengan tiga prinsip tersebut, turbulensi & mekanisme berbisnis warga NU diharapkan dapat berjalan dengan lancar, stabil, & yg paling penting adalah berkah. Apa yg disebut terakhir, yaitu keberkahan, yaitu tujuan paling paripurna yg dicita-citakan konseptor mabadi khoiro ummah di atas.
Sebagai bagian dari upaya mengembangkan & menyempurnakan tiga pilar tersebut, pada th 1940 KH. Mahfud Shiddiq yg kala itu bertindak sebagai ketua HB NU (istilah sekarang ketua umum PBNU) menambahkan dua prinsip penyempurna yg terdiri atas : al-adalah (keadilan) & Istiqomah (konsistensi).
Maka jelas, pada tahun 1940 mabadi khairo ummah yg berisikan lima prinsip kemandirian ekonomi & harus diimplementasikan saat berbisnis diharapkan bisa menjadi alas pijak bagi kemandirian ekonomi umat.
Senyampang dengan itu, NU meyakini bahwa ekonomi bukan saja harus tumbuh, namun lebih dari itu aspek lain yg harus di raih adalah ekonomi harus merata. Pertumbuhan & pemerataan adalah dua faktor yg harus terjadi beriringan, tanpa harus menegasikan satu dengan yg lainnya.
PBNU dengan berlandaskan semangat Islam Nusantara melalui Rapat Pleno 23-25 Juli 2016 di Pesantren KHAS Kempek Cirebon yg mengangkat tema “Meneguhkan islam Nusantara Menuju Kemandirin Ekonomi Warga” berkomitmen penuh untuk menggerakkan ekonomi nahdliyyin khususnya & warga Indonesia pada umumnya.
Cirebon, 24 Juli 2016
والله الموفّق إلى أقوم الطّريق
والسّــــــــــــلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA
Ketua umum
DR. Ir. H. A. Helmy Faishal Zaini
Sekretaris Jenderal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar