Dari Abu Ayyub Al Anshori, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang amalan yang dapat memasukkan ke dalam surga, lantas Rasul menjawab,
تَعْبُدُ اللَّهَ لاَ تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا ، وَتُقِيمُ الصَّلاَةَ ، وَتُؤْتِى الزَّكَاةَ ، وَتَصِلُ الرَّحِمَ
“Sembahlah Allah, janganlah berbuat syirik pada-Nya, dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan jalinlah tali silaturahmi (dengan orang tua dan kerabat).” (HR. Bukhari no. 5983)
Dari Abu Bakroh, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ اللَّهُ تَعَالَى لِصَاحِبِهِ الْعُقُوبَةَ فِى الدُّنْيَا – مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ فِى الآخِرَةِ – مِثْلُ الْبَغْىِ وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ
“Tidak ada dosa yang lebih pantas untuk disegerakan balasannya bagi para pelakunya [di dunia ini] -berikut dosa yang disimpan untuknya [di akhirat]- daripada perbuatan melampaui batas (kezhaliman) dan memutus silaturahmi (dengan orang tua dan kerabat)” (HR. Abu Daud no. 4902, Tirmidzi no. 2511, dan Ibnu Majah no. 4211, shahih)
Abdullah bin ’Amr berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ ، وَلَكِنِ الْوَاصِلُ الَّذِى إِذَا قَطَعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
”Seorang yang menyambung silahturahmi bukanlah seorang yang membalas kebaikan seorang dengan kebaikan semisal. Akan tetapi seorang yang menyambung silahturahmi adalah orang yang berusaha kembali menyambung silaturahmi setelah sebelumnya diputuskan oleh pihak lain.” (HR. Bukhari no. 5991)
Abu Hurairah berkata, “Seorang pria mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, saya punya keluarga yang jika saya berusaha menyambung silaturrahmi dengan mereka, mereka berusaha memutuskannya, dan jika saya berbuat baik pada mereka, mereka balik berbuat jelek kepadaku, dan mereka bersikap acuh tak acuh padahal saya bermurah hati pada mereka”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Kalau memang halnya seperti yang engkau katakan, (maka) seolah- olah engkau memberi mereka makan dengan bara api dan pertolongan Allah akan senantiasa mengiringimu selama keadaanmu seperti itu.” (HR. Muslim no. 2558)
Abdurrahman ibnu ‘Auf berkata bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: أَنا الرَّحْمنُ، وَأَنا خَلَقْتُ الرَّحِمَ، وَاشْتَقَقْتُ لَهَا مِنِ اسْمِي، فَمَنْ وَصَلَهَا وَصَلْتُهُ، وَمَنْ قَطَعَهَا بتَتُّهُ
“Allah ’azza wa jalla berfirman: Aku adalah Ar Rahman. Aku menciptakan rahim dan Aku mengambilnya dari nama-Ku. Siapa yang menyambungnya, niscaya Aku akan menjaga haknya. Dan siapa yang memutusnya, niscaya Aku akan memutus dirinya.” (HR. Ahmad 1/194, shahih lighoirihi).
Dari Abu Hurairah, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ ، وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Siapa yang suka dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah dia menyambung silaturrahmi.” (HR. Bukhari no. 5985 dan Muslim no. 2557)
Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,
مَنِ اتَّقَى رَبَّهُ، وَوَصَلَ رَحِمَهُ، نُسّىءَ فِي أَجَلِه وَثَرَى مَالَهُ، وَأَحَبَّهُ أَهْلُهُ
“Siapa yang bertakwa kepada Rabb-nya dan menyambung silaturrahmi niscaya umurnya akan diperpanjang dan hartanya akan diperbanyak serta keluarganya akan mencintainya.” (Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 58, hasan)
Berikut ini sepuluh perkara terpuji (hikmah) dari silaturahim menurut Faqih Abu Laits Samarqandi rahimahullah dalam kitabnya “Tanbighul Ghafilin:
1. Di dalamnya terdapat keridhaan Allah swt., karena silaturahim adalah perintah-Nya.
2. Menggembirakan sanak saudara. Rasulullah saw. bersabda, “Amal yang paling utama adalah menyenangkan hati orang yang beriman.”
3. Malaikat merasa senang.
4. Orang Islam akan memujinya.
5. Setan sangat bersedih.
6. Silaturahim dapat memanjangkan umur.
7. Silaturahim menyebabkan keberkahan rizki.
8. Orang-orang yang telah meninggal, yakni kakek atau orangtuanya, merasa senang bila mengetahui perbuatannya itu.
9. Dengan bersilaturahim, hubungan antar sesama akan kuat. Jika kita menolong seseorang dan bermurah hati terhadap seseorang, maka pada waktu kita mengalami kesusahan dan mempunyai keperluan, ia akan menolong kita dengan sepenuh hati.
10. Setelah meninggal, kita akan selalu memperoleh pahala karena siapa saja yang kita tolong, ia akan selalu mengingat kita dan mendoakan kita.
Rabu, 31 Agustus 2016
Legenda Kiyai Alhamdulillah: Mengenang Mbah Kiyai Ahmad Syahid Kemadu (Oleh : Sila Syahputra S)
Demak tergolong daerah kering. Bahkan air untuk kebutuhan sehari-hari pun bukan perkara mudah. Tidak heran, warga kemudian memanfaatkan kanal irigasi sepanjang tepian jalan raya untuk memenuhi segala kebutuhan mereka akan air. Kalau kau bepergian melewati kawasan itu, akan kau lihat di tepi sebelah Utara jalan orang-orang sibuk dengan bermacam kegiatan di kanal, mulai dari buang hajat sampai dengan mencuci beras sebelum ditanak.
Seusai mengikuti suatu kegiatan Nahdlatul Ulama di Semarang, rombongan kyai Rembang dalam satu mobil dalam perjalanan pulang. Diantara mereka adalah Mbah Kyai Ahmad Syahid bin Sholihun rahimahullah dari Desa Kemadu, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang.
Melewati wilayah Demak yang jalanannya senantiasa dalam kondisi buruk, mobil itu tak dapat melaju kencang. Tiba-tiba dari dalam air kanal di pinggir jalan itu menyembul sesosok (untungnya!) laki-laki tanpa sehelai benang menempel di tubuhnya. Dengan penuh percaya diri, laki-laki itu mendaki keatas tebing sembari menggenggam erat pusat rasa malunya —seolah-olah jika yang itu tertutup berarti seluruh bagian tubuh sisanya pun tak kelihatan.
Terang saja pemandangan tak senonoh itu menghujam penglihatan para kyai. Lumrah bila beliau-beliau terperanjat bukan kepalang.
“Astaghfirullah!” Kyai Mabrur berseru.
“Maa syaa-allaah!” Kyai Wahab.
“Laa ilaaha illallaah!” Kyai Tamam.
“Subhaanallaah!” Kyai Sahlan.
Dan Mbah Syahid?
“Al… ham… dulillaaaah…”
* * * *
Seusai mengikuti suatu kegiatan Nahdlatul Ulama di Semarang, rombongan kyai Rembang dalam satu mobil dalam perjalanan pulang. Diantara mereka adalah Mbah Kyai Ahmad Syahid bin Sholihun rahimahullah dari Desa Kemadu, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang.
Melewati wilayah Demak yang jalanannya senantiasa dalam kondisi buruk, mobil itu tak dapat melaju kencang. Tiba-tiba dari dalam air kanal di pinggir jalan itu menyembul sesosok (untungnya!) laki-laki tanpa sehelai benang menempel di tubuhnya. Dengan penuh percaya diri, laki-laki itu mendaki keatas tebing sembari menggenggam erat pusat rasa malunya —seolah-olah jika yang itu tertutup berarti seluruh bagian tubuh sisanya pun tak kelihatan.
Terang saja pemandangan tak senonoh itu menghujam penglihatan para kyai. Lumrah bila beliau-beliau terperanjat bukan kepalang.
“Astaghfirullah!” Kyai Mabrur berseru.
“Maa syaa-allaah!” Kyai Wahab.
“Laa ilaaha illallaah!” Kyai Tamam.
“Subhaanallaah!” Kyai Sahlan.
Dan Mbah Syahid?
“Al… ham… dulillaaaah…”
* * * *
Pejalan Kaki "NU Sejati Menolak Korupsi" Curhat ke Makam Gus Dur (Oleh :Sila Syahputra S)
Tujuan akhir misi perjalanan Samsudin, pejalan kaki yang mengusung misi "NU Sejatin Menolak Korupsi" langsung "curhat" ke makam almarhum KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dan dilanjutkan bertemu dengan KH Sholahudin Wahid (Gus Sholah).
Sesuai jadwal, Samsudin berencana sowan menemui Gus Sholah, siang ini, Sabtu (1/8/2015), pada pukul 12.00 WIB. Tujuannya, untuk memberikan kaos bertuliskan "NU Sejati Menolak Korupsi", sebagai simbol perlawan terhadap korupsi.
Menurut Samsudin, KH Salahudin Wahid, atau yang akrab disapa Gus Sholah itu, merupakan tokoh senior yang representatif mewakili Nahdlatul Ulama. Samsudin berharap Gus Sholah dapat mendukung gerakan perlawan terhadap korupsi.
"Setelah ini, Saya akan melanjutkan perjalanan menuju Pondok Pesantren Tebuireng, untuk bertemu Gus Sholah. Saya akan meminta dukungan moral memerangi korupsi di Indonesia," katanya.
Namun, sebelum melanjutkan misinya menumui Gus Sholah, Samsudin akan lebih dulu mengunjungi makam Gusdur, untuk curhat pada Gus Dur. "Saya akan curhat ke Gus Dur untuk menyampaikan pesan anti korupsi kepada Gus Dur," katanya.
Menurut Samsudin, Gusdur adalah tokoh panutan dirinya, dan seluruh warga NU, yang mampu memberikan inspirasi banyak orang. Tak hanya umat Islam. Umat non Islam juga diayomi dan menaudalani sosok kehidupan dan pemikiran Gus Dur.
Sesuai jadwal, Samsudin berencana sowan menemui Gus Sholah, siang ini, Sabtu (1/8/2015), pada pukul 12.00 WIB. Tujuannya, untuk memberikan kaos bertuliskan "NU Sejati Menolak Korupsi", sebagai simbol perlawan terhadap korupsi.
Menurut Samsudin, KH Salahudin Wahid, atau yang akrab disapa Gus Sholah itu, merupakan tokoh senior yang representatif mewakili Nahdlatul Ulama. Samsudin berharap Gus Sholah dapat mendukung gerakan perlawan terhadap korupsi.
"Setelah ini, Saya akan melanjutkan perjalanan menuju Pondok Pesantren Tebuireng, untuk bertemu Gus Sholah. Saya akan meminta dukungan moral memerangi korupsi di Indonesia," katanya.
Namun, sebelum melanjutkan misinya menumui Gus Sholah, Samsudin akan lebih dulu mengunjungi makam Gusdur, untuk curhat pada Gus Dur. "Saya akan curhat ke Gus Dur untuk menyampaikan pesan anti korupsi kepada Gus Dur," katanya.
Menurut Samsudin, Gusdur adalah tokoh panutan dirinya, dan seluruh warga NU, yang mampu memberikan inspirasi banyak orang. Tak hanya umat Islam. Umat non Islam juga diayomi dan menaudalani sosok kehidupan dan pemikiran Gus Dur.
Minggu, 14 Agustus 2016
Nasehat (Oleh :Gus Mus)
Kata Mutiara Gus Mus
Mengajak kepada kebaikan adalah baik,
Tetapi memaksa kepada orang lain suatu yang kita anggap baik adalah tidak baik.
Kesalahan yang membuat anda sedih lebih baik,
dari pada kebaikan yang membuat anda congkak.
Jangan kerdilkan dirimu dengan takabur,
jangan sempitkan dadamu dengan dengki,
dan jangan keruhkan pikiranmu dengan amarah.
Yang menghina agamamu tidak bisa merusak agamamu, yang bisa merusak agamamu justru prilakumu yang bertentangan dengan ajaran agamamu.
Jangan biarkan kepentingan sesaat mencedrai kemuliaan martabat dan kemanusiaan kita.
Cara meredakan kesombongan dalam diri,
adalah dengan engingat asal dan akhir kita.
Orang yang paling lemah adalah orang yang tidak mampu mendapatkan teman,
lebih lemah lagi yang mendapatkan dan menyianyiakanya.
Kalau anda di puji, sedang kamu tidak merasa sepantasnya di puji, kenapa anda senang?
kalo anda di cela, sedangkan anda merasa tidak sepantasnya di cela, kenapa anda marah?
Penelitian menegaskan, bahwa KEMALASAN lebih berbahaya bagi kehidupan manusia ketimbang MEROKOK.
Sebagai umatnya nabi Muhammad SAW,
kita harus selalu ingat bahwa panutan kita itu bukan pencaci, bukan pencela, dan bukan orang yang kasar.
Orang yang sibuk dengan keyakinan orang lain,
boleh jadi karna kurang yakin dengan keyakinanya sendiri.
Dalam hidup ini gunakan dua cermin:
satu untuk melihat kekuranganmu,
dan satu lagi untuk melihat kelebihan orang lain.
Kelompok yang keras-keras itu baru belajar sampai bab ghodob (marah) sudah berhenti,
merasa islam itu ghodob, marah terus kemana-mana,
padahal setelah itu ada bab sabar, tawaddhu (sabar).
Kebenaran kita berkemungkinan salah, kesalahan orang lain berkemungkinan benar. Hanya kebenaran Tuhan yang benar-benar benar.
Jangan banyak mencari banyak, carilah berkah. Banyak bisa didapat dengan hanya meminta. Tapi memberi akan mendatangkan berkah.
Tidak ada alasan untuk tak bersedekah kepada sesama. Karena sedekah tidak harus berupa harta. Bisa berupa ilmu, tenaga, bahkan senyum.
Apa yang kita makan, habis. Apa yang kita simpan, belum tentu kita nikmat. Apa yang kita infakkan justru menjadi rizki yang paling kita perlukan kelak.
Abadikan kebaikanmu dengan melupakannya.
Tawakkal mengiringi upaya. Doa menyertai usaha.
“Berkata baik atau diam” adalah pesan Nabi yang sederhana tapi sungguh penting dan berguna untuk diamalkan dan disosialisasikan.
Janganlah setan terang-terangan engkau laknati dan diam-diam engkau ikuti.
Mau mencari aib orang? Mulailah dari dirimu!
Hati yang bersih dan pikiran yang jernih adalah sesuatu anugerah yang sungguh istimewa. Berbahagialah mereka yang mendapatkannya.
Meski sudah tahu bahwa memakai kaca mata hitam pekat membuat dunia terlihat gelap, tetap saja banyak yang tak mau melepaskannya.
Awalilah usahamu dengan menyebut nama Tuhanmu dan sempurnakanlah dengan berdoa kepadaNya.
Wajah terindahmu ialah saat engkau tersenyum. Dan senyum terindahmu ialah yang terpantul dari hatimu yang damai dan tulus.
Ada pertanyaan yang ‘tidak bertanya’; maka ada jawaban yang ‘tidak menjawab’. Begitu.
Sambutlah pagi dengan menyalami mentari, menyapa burung-burung, menyenyumi bunga-bunga, atau mendoakan kekasih. Jangan awali harimu dengan melaknati langit!
Kalau Anda boleh meyakini pendapatmu, mengapa orang lain tidak boleh?
Mengajak kepada kebaikan adalah baik,
Tetapi memaksa kepada orang lain suatu yang kita anggap baik adalah tidak baik.
Kesalahan yang membuat anda sedih lebih baik,
dari pada kebaikan yang membuat anda congkak.
Jangan kerdilkan dirimu dengan takabur,
jangan sempitkan dadamu dengan dengki,
dan jangan keruhkan pikiranmu dengan amarah.
Yang menghina agamamu tidak bisa merusak agamamu, yang bisa merusak agamamu justru prilakumu yang bertentangan dengan ajaran agamamu.
Jangan biarkan kepentingan sesaat mencedrai kemuliaan martabat dan kemanusiaan kita.
Cara meredakan kesombongan dalam diri,
adalah dengan engingat asal dan akhir kita.
Orang yang paling lemah adalah orang yang tidak mampu mendapatkan teman,
lebih lemah lagi yang mendapatkan dan menyianyiakanya.
Kalau anda di puji, sedang kamu tidak merasa sepantasnya di puji, kenapa anda senang?
kalo anda di cela, sedangkan anda merasa tidak sepantasnya di cela, kenapa anda marah?
Penelitian menegaskan, bahwa KEMALASAN lebih berbahaya bagi kehidupan manusia ketimbang MEROKOK.
Sebagai umatnya nabi Muhammad SAW,
kita harus selalu ingat bahwa panutan kita itu bukan pencaci, bukan pencela, dan bukan orang yang kasar.
Orang yang sibuk dengan keyakinan orang lain,
boleh jadi karna kurang yakin dengan keyakinanya sendiri.
Dalam hidup ini gunakan dua cermin:
satu untuk melihat kekuranganmu,
dan satu lagi untuk melihat kelebihan orang lain.
Kelompok yang keras-keras itu baru belajar sampai bab ghodob (marah) sudah berhenti,
merasa islam itu ghodob, marah terus kemana-mana,
padahal setelah itu ada bab sabar, tawaddhu (sabar).
Kebenaran kita berkemungkinan salah, kesalahan orang lain berkemungkinan benar. Hanya kebenaran Tuhan yang benar-benar benar.
Jangan banyak mencari banyak, carilah berkah. Banyak bisa didapat dengan hanya meminta. Tapi memberi akan mendatangkan berkah.
Tidak ada alasan untuk tak bersedekah kepada sesama. Karena sedekah tidak harus berupa harta. Bisa berupa ilmu, tenaga, bahkan senyum.
Apa yang kita makan, habis. Apa yang kita simpan, belum tentu kita nikmat. Apa yang kita infakkan justru menjadi rizki yang paling kita perlukan kelak.
Abadikan kebaikanmu dengan melupakannya.
Tawakkal mengiringi upaya. Doa menyertai usaha.
“Berkata baik atau diam” adalah pesan Nabi yang sederhana tapi sungguh penting dan berguna untuk diamalkan dan disosialisasikan.
Janganlah setan terang-terangan engkau laknati dan diam-diam engkau ikuti.
Mau mencari aib orang? Mulailah dari dirimu!
Hati yang bersih dan pikiran yang jernih adalah sesuatu anugerah yang sungguh istimewa. Berbahagialah mereka yang mendapatkannya.
Meski sudah tahu bahwa memakai kaca mata hitam pekat membuat dunia terlihat gelap, tetap saja banyak yang tak mau melepaskannya.
Awalilah usahamu dengan menyebut nama Tuhanmu dan sempurnakanlah dengan berdoa kepadaNya.
Wajah terindahmu ialah saat engkau tersenyum. Dan senyum terindahmu ialah yang terpantul dari hatimu yang damai dan tulus.
Ada pertanyaan yang ‘tidak bertanya’; maka ada jawaban yang ‘tidak menjawab’. Begitu.
Sambutlah pagi dengan menyalami mentari, menyapa burung-burung, menyenyumi bunga-bunga, atau mendoakan kekasih. Jangan awali harimu dengan melaknati langit!
Kalau Anda boleh meyakini pendapatmu, mengapa orang lain tidak boleh?
Sabtu, 06 Agustus 2016
Mengaku Beragama Tapi Tidak Ber-Tuhan (Oleh :Amiruddin Faisal)
Ateisme pada umumnya adalah mereka yang meragukan eksistensi Tuhan. Dan agama bisa diartikan sebuah petunjuk, tuntunan hidup agar tidak kacau. Sekarang ini banyak manusia-manusia yang mengaku beragama tetapi belum tentu bertuhan.
Agama mereka hanya disematkan pada tanda pengenal masing-masing. Hanya sebagai syarat.
Bagaimana tidak? Dengan entengnya mereka mencuri uang rakyat, dengan entengnya mengkafir-kafirkan sesama, dan dengan entengnya mereka menyembelih orang lain. Yang mana itu semua diatas namakan Tuhan. Jadi, jangan menyalahkan siapa siapa kalau ada yang pernah mempunyai wacana untuk mengosongkan kolom agama pada KTP. Mungkin beliau sudah menyadarinya, karena agama sudah mulai diragukan keberadaanya.
Sekarang ini semakin banyak pembiasan-pembiasan yang terjadi, terutama pembiasan dalam Islam. Pembiasan kalimat takbir oleh kaum-kaum radikal. Kalimat takbir yang seharusnya diucapkan di saat kita takjub sekaligus mengagumi keagungan Tuhan berganti fungsi menjadi kalimat pendahuluan sebelum mencabut nyawa seseorang layaknya Sang Izrail. Mengeksekusi mati; mulai dari melubangi kepala sampai memisahkannya dari raga. Kurang apa mereka? Sebagian besar dari mereka adalah hafidz Al Qur’an. The Holy Quran adalah sumber utama dari petunjuk kehidupan. Kitab yang Maha Sempurna lagi Maha ‘Membahayakan’ seperti yang dituliskan Salman Rusdie dalam bukunya Satanic Verses (Ayat-ayat Setan), karena barang siapa yang salah menafsirkan isi dari setiap ayatnya akan dibutakan akal pikirannya, seperti para tentara khilafah IS di Syam. ‘From the beginning men used God to justify the unjustifiable’ ̶ bahwa sejak awal orang-orang menggunakan Tuhan untuk membenarkan hal-hal yang tidak dibenarkan.
Mungkin sebaiknya kita terlebih dahulu harus belajar tentang ilmu kemanusiaan sebelum belajar tentang ilmu di dalam Al Qur’an, karena sekarang ini banyak para penghafal Al Qur’an yang justru tidak memanusiakan manusia. Memenggal semau mereka dan mencari-cari pembenaran atas pembantaian yang mereka lakukan. Jangan salahkan apabila orang-orang semakin hari semakin tidak bersimpati kepada Islam, karena itu semua buah dari ke-cekak-an pikiran orang-orang yang mengaku Islam. Para pengecut yang bersembunyi dibalik kebesaran nama-Mu. Para atheist yang mengaku beragama.
‘Religion is opium for the masses’ (Agama adalah candu bagi massa) ̶ Karl Marx.
Dan bukan kebetulan apabila semakin banyak orang-orang yang memilih menjadi atheist karena mereka sudah tidak lagi percaya dengan adanya Tuhan setelah melihat kekejaman demi kekejaman yang ‘dikirimkan Tuhan’ melalui tentara-tentara IS. Karena atheist berawal dari mereka-mereka yang pernah dikecewakan oleh Tuhan yang pada akhirnya mereka memutuskan untuk menolak segala informasi tentang eksistensi Tuhan. “Bahkan mereka yang atheis bukan hanya mereka yang menolak informasi akan Tuhan, namun sebenarnya ateisme itu adalah sebuah dinamika, dimana setiap keputusan atau tindakan yang kita lakukan tidak melibatkan Tuhan di dalamnya” .
saya bertanya-tanya pada diri saya sendiri. Apakah ke-Islam-an saya ini hanya karena Islam adat, keturunan, atau bahkan Islam karena malu menjadi minoritas?
saya masih bisa melihat terkadang perbuatan orang-orang yang melakukan sholat tidak lebih baik dari mereka yang tidak melakukannya. Bahkan ada teman saya dari agama lain yang mengatakan kalau lebih respect kepada mereka-mereka yang yang tidak sholat tetapi berkelakuan baik daripada yang sholat tetapi memuakkan. Lantas untuk apa kita menjalankan sholat? Kalau toh tiada beda, bahkan tak sedikit yang lebih buruk.
̶ Apakah hal itu bisa dikatakan sebagai atheist? Saya sendiri juga tidak tahu, pun juga tidak berhak menilai. Tetapi apakah mereka yang saya sebutkan di atas juga pantas dikatakan seorang beragama?
Saya juga bertanya-tanya apakah seorang atheist lebih tinggi derajatnya daripada mereka yang beragama dan bertuhan. Karena seorang atheist melakukan semua perbuatannya di dunia semata-mata hanya untuk dirinya dan orang di sekitarnya, tidak lebih. Tidak perlu repot-repot mencari muka dihadapan Sang Pencipta dengan mengadili sesamanya di dunia, tidak seperti mereka yang beragama saat ini. Sibuk memainkan peran Tuhan di kehidupan dan dibutakan mata hatinya akan nikmat nirwana. Kenapa kau masih mengharapkan surga kalau kau kelak tidak pernah bisa menjumpai-Nya di sana? Karena Tuhan sudah terlanjur jijik dengan semua kehinaan yang kau perbuat di dunia, kehinaan demi kehinaan yang kau lakukan demi sebuah surga.
Terkadang saya juga merasa Islam yang seharusnya menjadi rahmatan lil ‘alamin dirubah menjadi rahmatan lil mukminin oleh para oknum-oknum fanatik. Mengkerdilkan nilai rahmatan lil ‘alamin sak penak e dewe ̶ seenaknya sendiri. Yang mana jelas-jelas mendegradasikan kualitas Islam. Sedangkan KH. Hasyim Asyhari ̶ sesepuh pendiri NU ̶ sendiri pernah berkata “Jangan sekali-kali kalian terjerumus dalam jurang kefanatikan”. Semakin fanatik dan ekstrem seseorang maka perlu dipertanyakan lagi bagaimana jalan pikirannya. Mulai dari ke-fanatik-an golongan atau mazhab yang bertengkar ingin menunjukan golongan atau mazhab siapa yang paling benar. Dengan saling membid’ah, menyesatkan, sampai mengkafirkan golongan yang semata-mata tidak sama dengan mereka. Ini sedikit lucu, padahal pada dasarnya mereka punya Tuhan yang sama, mereka punya Kitab yang sama, dan mereka punya Rasul sebagai suri teladan yang sama; hanya mazhab-nya saja yang berbeda. Mungkin mereka telah lupa akan istilah ‘teman tidak bisa mengisi rapot temannya’. Kita sebagai manusia tidak bisa dan tidak berhak menilai manusia lain.
“Jangankan mengkafirkan, menasbihkan diri sebagai seorang muslim pun kita tidak berhak”. Apa hanya karena kita bergamis dan berjenggot berarti kita muslim? Pencopet di Arab pun juga bergamis dan berjenggot. Apa karena kita berpeci maka kita bisa mengaku seorang muslim? Koruptor yang sedang diadili pun juga berpeci, malahan juga bertasbih sambil ber-dzikir ̶ apa ada sandiwara yang lebih hina dari ini? ̶ berapa banyak kehidupan manusia negeri ini yang harus merasakan imbas dari keserakahan para hamba Gubermen yang jenius tetapi masih bermental miskin ini?
Tetapi bukan berarti menjadi seorang manusia harus menjadi seorang yang sempurna. Mahluk yang diharamkan berbuat kesalahan. Sedangkan manusia sendiri tempat dimana salah dan lupa berada. Kewajiban kita hanyalah terus berusaha untuk me-muslimkan diri. Selalu berusaha berbenah diri.
“Sesungguhnya inti dan energi Al Qur’an sudah ada dalam dirimu. Bahwa seandainya tidak ada Islam, asalkan manusia benar-benar menjadi manusia yang sejati, maka sesungguhnya tidak akan terjadi kerusakan-kerusakan di bumi ini”
Muslim tidaknya seseorang tergantung dari penilaian Sang Ratu Adil, karena itu adalah hak prerogative Kanjeng Gusti. Perkenankan saya meminjam pemikiran Ahmad Wahib (alm.) tentang arti ke-muslim-an “Muslim adalah suatu kemutlakkan (absolute entity), yang memahami manusia sebagai manusia”. Mencintai manusia karena juga mencintai Penciptanya. Bukan sebaliknya, mengaku muslim untuk menindas minoritas. Menindas yang tidak berdaya.
Seiring berjalannya waktu saya memulai lagi untuk mempelajari apa itu agama, apa itu Islam dan segala ajarannya, mulai dari awal. Dari nol. Dan pada saat itulah saya menyadari bahwa yang paling utama dibutuhkan seseorang untuk menemukan Tuhannya adalah iman. Karena iman adalah suatu kepercayaan akan kebenaran dan sebuah usaha tiada henti dalam mencari jawaban atas setiap ketidak tahuan.
Sekali lagi bukan maksud saya untuk menggurui teman-teman pembaca dengan ke-cetek-an ilmu saya. Saya juga bukan seorang manusia yang suci, justru jauh dari itu, saya hanya mahluk yang paling minus. Saya hanya ingin mengajak agar kita kembali merenungi apa arti sesungguhnya dari sebuah agama bagi manusia. Dan seperti apakah seharusnya mahluk yang bertuhan itu. Karena sebenarnya Tuhan tidak ada di langit, Tuhan tidak ada di nirwana, apalagi di neraka. Karena hakikinya Tuhan sangat dekat dengan kita. Dia berada di dalam pikiran kita, di dalam diri setiap mahluk-Nya yang selalu melibatkan-Nya di setiap urusan kehidupan kita.
Tak apa jika kelak hamba tidak mendapat nikmat surga, asalkan Baginda tidak terlanjur jijik untuk menjumpai sahaya. Adakah nikmat yang lebih sempurna dari pertemuan seorang hamba dengan kekasih allah muhammad saw, dan allah tuhan kita?
Agama mereka hanya disematkan pada tanda pengenal masing-masing. Hanya sebagai syarat.
Bagaimana tidak? Dengan entengnya mereka mencuri uang rakyat, dengan entengnya mengkafir-kafirkan sesama, dan dengan entengnya mereka menyembelih orang lain. Yang mana itu semua diatas namakan Tuhan. Jadi, jangan menyalahkan siapa siapa kalau ada yang pernah mempunyai wacana untuk mengosongkan kolom agama pada KTP. Mungkin beliau sudah menyadarinya, karena agama sudah mulai diragukan keberadaanya.
Sekarang ini semakin banyak pembiasan-pembiasan yang terjadi, terutama pembiasan dalam Islam. Pembiasan kalimat takbir oleh kaum-kaum radikal. Kalimat takbir yang seharusnya diucapkan di saat kita takjub sekaligus mengagumi keagungan Tuhan berganti fungsi menjadi kalimat pendahuluan sebelum mencabut nyawa seseorang layaknya Sang Izrail. Mengeksekusi mati; mulai dari melubangi kepala sampai memisahkannya dari raga. Kurang apa mereka? Sebagian besar dari mereka adalah hafidz Al Qur’an. The Holy Quran adalah sumber utama dari petunjuk kehidupan. Kitab yang Maha Sempurna lagi Maha ‘Membahayakan’ seperti yang dituliskan Salman Rusdie dalam bukunya Satanic Verses (Ayat-ayat Setan), karena barang siapa yang salah menafsirkan isi dari setiap ayatnya akan dibutakan akal pikirannya, seperti para tentara khilafah IS di Syam. ‘From the beginning men used God to justify the unjustifiable’ ̶ bahwa sejak awal orang-orang menggunakan Tuhan untuk membenarkan hal-hal yang tidak dibenarkan.
Mungkin sebaiknya kita terlebih dahulu harus belajar tentang ilmu kemanusiaan sebelum belajar tentang ilmu di dalam Al Qur’an, karena sekarang ini banyak para penghafal Al Qur’an yang justru tidak memanusiakan manusia. Memenggal semau mereka dan mencari-cari pembenaran atas pembantaian yang mereka lakukan. Jangan salahkan apabila orang-orang semakin hari semakin tidak bersimpati kepada Islam, karena itu semua buah dari ke-cekak-an pikiran orang-orang yang mengaku Islam. Para pengecut yang bersembunyi dibalik kebesaran nama-Mu. Para atheist yang mengaku beragama.
‘Religion is opium for the masses’ (Agama adalah candu bagi massa) ̶ Karl Marx.
Dan bukan kebetulan apabila semakin banyak orang-orang yang memilih menjadi atheist karena mereka sudah tidak lagi percaya dengan adanya Tuhan setelah melihat kekejaman demi kekejaman yang ‘dikirimkan Tuhan’ melalui tentara-tentara IS. Karena atheist berawal dari mereka-mereka yang pernah dikecewakan oleh Tuhan yang pada akhirnya mereka memutuskan untuk menolak segala informasi tentang eksistensi Tuhan. “Bahkan mereka yang atheis bukan hanya mereka yang menolak informasi akan Tuhan, namun sebenarnya ateisme itu adalah sebuah dinamika, dimana setiap keputusan atau tindakan yang kita lakukan tidak melibatkan Tuhan di dalamnya” .
saya bertanya-tanya pada diri saya sendiri. Apakah ke-Islam-an saya ini hanya karena Islam adat, keturunan, atau bahkan Islam karena malu menjadi minoritas?
saya masih bisa melihat terkadang perbuatan orang-orang yang melakukan sholat tidak lebih baik dari mereka yang tidak melakukannya. Bahkan ada teman saya dari agama lain yang mengatakan kalau lebih respect kepada mereka-mereka yang yang tidak sholat tetapi berkelakuan baik daripada yang sholat tetapi memuakkan. Lantas untuk apa kita menjalankan sholat? Kalau toh tiada beda, bahkan tak sedikit yang lebih buruk.
̶ Apakah hal itu bisa dikatakan sebagai atheist? Saya sendiri juga tidak tahu, pun juga tidak berhak menilai. Tetapi apakah mereka yang saya sebutkan di atas juga pantas dikatakan seorang beragama?
Saya juga bertanya-tanya apakah seorang atheist lebih tinggi derajatnya daripada mereka yang beragama dan bertuhan. Karena seorang atheist melakukan semua perbuatannya di dunia semata-mata hanya untuk dirinya dan orang di sekitarnya, tidak lebih. Tidak perlu repot-repot mencari muka dihadapan Sang Pencipta dengan mengadili sesamanya di dunia, tidak seperti mereka yang beragama saat ini. Sibuk memainkan peran Tuhan di kehidupan dan dibutakan mata hatinya akan nikmat nirwana. Kenapa kau masih mengharapkan surga kalau kau kelak tidak pernah bisa menjumpai-Nya di sana? Karena Tuhan sudah terlanjur jijik dengan semua kehinaan yang kau perbuat di dunia, kehinaan demi kehinaan yang kau lakukan demi sebuah surga.
Terkadang saya juga merasa Islam yang seharusnya menjadi rahmatan lil ‘alamin dirubah menjadi rahmatan lil mukminin oleh para oknum-oknum fanatik. Mengkerdilkan nilai rahmatan lil ‘alamin sak penak e dewe ̶ seenaknya sendiri. Yang mana jelas-jelas mendegradasikan kualitas Islam. Sedangkan KH. Hasyim Asyhari ̶ sesepuh pendiri NU ̶ sendiri pernah berkata “Jangan sekali-kali kalian terjerumus dalam jurang kefanatikan”. Semakin fanatik dan ekstrem seseorang maka perlu dipertanyakan lagi bagaimana jalan pikirannya. Mulai dari ke-fanatik-an golongan atau mazhab yang bertengkar ingin menunjukan golongan atau mazhab siapa yang paling benar. Dengan saling membid’ah, menyesatkan, sampai mengkafirkan golongan yang semata-mata tidak sama dengan mereka. Ini sedikit lucu, padahal pada dasarnya mereka punya Tuhan yang sama, mereka punya Kitab yang sama, dan mereka punya Rasul sebagai suri teladan yang sama; hanya mazhab-nya saja yang berbeda. Mungkin mereka telah lupa akan istilah ‘teman tidak bisa mengisi rapot temannya’. Kita sebagai manusia tidak bisa dan tidak berhak menilai manusia lain.
“Jangankan mengkafirkan, menasbihkan diri sebagai seorang muslim pun kita tidak berhak”. Apa hanya karena kita bergamis dan berjenggot berarti kita muslim? Pencopet di Arab pun juga bergamis dan berjenggot. Apa karena kita berpeci maka kita bisa mengaku seorang muslim? Koruptor yang sedang diadili pun juga berpeci, malahan juga bertasbih sambil ber-dzikir ̶ apa ada sandiwara yang lebih hina dari ini? ̶ berapa banyak kehidupan manusia negeri ini yang harus merasakan imbas dari keserakahan para hamba Gubermen yang jenius tetapi masih bermental miskin ini?
Tetapi bukan berarti menjadi seorang manusia harus menjadi seorang yang sempurna. Mahluk yang diharamkan berbuat kesalahan. Sedangkan manusia sendiri tempat dimana salah dan lupa berada. Kewajiban kita hanyalah terus berusaha untuk me-muslimkan diri. Selalu berusaha berbenah diri.
“Sesungguhnya inti dan energi Al Qur’an sudah ada dalam dirimu. Bahwa seandainya tidak ada Islam, asalkan manusia benar-benar menjadi manusia yang sejati, maka sesungguhnya tidak akan terjadi kerusakan-kerusakan di bumi ini”
Muslim tidaknya seseorang tergantung dari penilaian Sang Ratu Adil, karena itu adalah hak prerogative Kanjeng Gusti. Perkenankan saya meminjam pemikiran Ahmad Wahib (alm.) tentang arti ke-muslim-an “Muslim adalah suatu kemutlakkan (absolute entity), yang memahami manusia sebagai manusia”. Mencintai manusia karena juga mencintai Penciptanya. Bukan sebaliknya, mengaku muslim untuk menindas minoritas. Menindas yang tidak berdaya.
Seiring berjalannya waktu saya memulai lagi untuk mempelajari apa itu agama, apa itu Islam dan segala ajarannya, mulai dari awal. Dari nol. Dan pada saat itulah saya menyadari bahwa yang paling utama dibutuhkan seseorang untuk menemukan Tuhannya adalah iman. Karena iman adalah suatu kepercayaan akan kebenaran dan sebuah usaha tiada henti dalam mencari jawaban atas setiap ketidak tahuan.
Sekali lagi bukan maksud saya untuk menggurui teman-teman pembaca dengan ke-cetek-an ilmu saya. Saya juga bukan seorang manusia yang suci, justru jauh dari itu, saya hanya mahluk yang paling minus. Saya hanya ingin mengajak agar kita kembali merenungi apa arti sesungguhnya dari sebuah agama bagi manusia. Dan seperti apakah seharusnya mahluk yang bertuhan itu. Karena sebenarnya Tuhan tidak ada di langit, Tuhan tidak ada di nirwana, apalagi di neraka. Karena hakikinya Tuhan sangat dekat dengan kita. Dia berada di dalam pikiran kita, di dalam diri setiap mahluk-Nya yang selalu melibatkan-Nya di setiap urusan kehidupan kita.
Tak apa jika kelak hamba tidak mendapat nikmat surga, asalkan Baginda tidak terlanjur jijik untuk menjumpai sahaya. Adakah nikmat yang lebih sempurna dari pertemuan seorang hamba dengan kekasih allah muhammad saw, dan allah tuhan kita?
Ulama-ulama dengan keluhuran Pribadi (Oleh :Teddy Calterio)
Ulama-ulama dengan keluhuran Pribadi ««
•
Jombang l933. Terjadi dialog yang mengesankan antara dua ulama besar, KH Muhammad Hasyim Asy’ari dengan KH Mohammad Cholil, gurunya. “Dulu saya memang mengajar Tuan. Tapi hari ini, saya nyatakan bahwa saya adalah murid Tuan,” kata Mbah Cholil, begitu kiai dari Madura ini populer dipanggil. Kiai Hasyim menjawab, “Sungguh saya tidak menduga kalau Tuan Guru akan mengucapkan kata-kata yang demikian. Tidakkah Tuan Guru salah raba berguru pada saya, seorang murid Tuan sendiri, murid Tuan Guru dulu, dan juga sekarang. Bahkan, akan tetap menjadi murid Tuan Guru selama-lamanya.” Tanpa merasa tersanjung, Mbah Cholil tetap bersikeras dengan niatnya.
“Keputusan dan kepastian hati kami sudah tetap, tiada dapat ditawar dan diubah lagi, bahwa kami akan turut belajar di sini, menampung ilmu-ilmu Tuan, dan berguru kepada Tuan, katanya. Karena sudah hafal dengan watak gurunya, Kiai Hasyim tidak bisa berbuat lain selain menerimanya sebagai
santri. Lucunya, ketika turun dari masjid usai shalat berjamaah, keduanya cepat-cepat menuju tempat sandal, bahkan kadang saling mendahului, karena hendak memasangkan ke kaki gurunya.
Sesungguhnya bisa saja terjadi seorang murid akhirnya lebih pintar ketimbang gurunya. Dan itu banyak terjadi. Namun yang ditunjukkan Kiai Hasyim juga Kiai Cholil; adalah kemuliaan akhlak. Keduanya menunjukkan kerendahan hati dan saling menghormati, dua hal yang sekarang semakin sulit ditemukan pada para murid dan guru-guru kita.
••
Mbah Cholil adalah kiai yang sangat termasyhur pada jamannya. Hampir semua pendiri NU dan tokoh-tokoh penting NU generasi awal pernah berguru kepada pengasuh sekaligus pemimpin
Pesantren Kademangan, Bangkalan Madura ini. Sedangkan Kiai Hasyim sendiri tak kalah cemerlangnya. Bukan saja ia pendiri sekaligus pemimpin tertinggi NU, yang punya pengaruh sangat kuat kepada kalangan ulama, tapi juga lantaran ketinggian ilmunya. Terutama, kakek Abdurrahman Wachid (Gus Dur) ini terkenal mumpuni dalam ilmu Hadits.
•
Jombang l933. Terjadi dialog yang mengesankan antara dua ulama besar, KH Muhammad Hasyim Asy’ari dengan KH Mohammad Cholil, gurunya. “Dulu saya memang mengajar Tuan. Tapi hari ini, saya nyatakan bahwa saya adalah murid Tuan,” kata Mbah Cholil, begitu kiai dari Madura ini populer dipanggil. Kiai Hasyim menjawab, “Sungguh saya tidak menduga kalau Tuan Guru akan mengucapkan kata-kata yang demikian. Tidakkah Tuan Guru salah raba berguru pada saya, seorang murid Tuan sendiri, murid Tuan Guru dulu, dan juga sekarang. Bahkan, akan tetap menjadi murid Tuan Guru selama-lamanya.” Tanpa merasa tersanjung, Mbah Cholil tetap bersikeras dengan niatnya.
“Keputusan dan kepastian hati kami sudah tetap, tiada dapat ditawar dan diubah lagi, bahwa kami akan turut belajar di sini, menampung ilmu-ilmu Tuan, dan berguru kepada Tuan, katanya. Karena sudah hafal dengan watak gurunya, Kiai Hasyim tidak bisa berbuat lain selain menerimanya sebagai
santri. Lucunya, ketika turun dari masjid usai shalat berjamaah, keduanya cepat-cepat menuju tempat sandal, bahkan kadang saling mendahului, karena hendak memasangkan ke kaki gurunya.
Sesungguhnya bisa saja terjadi seorang murid akhirnya lebih pintar ketimbang gurunya. Dan itu banyak terjadi. Namun yang ditunjukkan Kiai Hasyim juga Kiai Cholil; adalah kemuliaan akhlak. Keduanya menunjukkan kerendahan hati dan saling menghormati, dua hal yang sekarang semakin sulit ditemukan pada para murid dan guru-guru kita.
••
Mbah Cholil adalah kiai yang sangat termasyhur pada jamannya. Hampir semua pendiri NU dan tokoh-tokoh penting NU generasi awal pernah berguru kepada pengasuh sekaligus pemimpin
Pesantren Kademangan, Bangkalan Madura ini. Sedangkan Kiai Hasyim sendiri tak kalah cemerlangnya. Bukan saja ia pendiri sekaligus pemimpin tertinggi NU, yang punya pengaruh sangat kuat kepada kalangan ulama, tapi juga lantaran ketinggian ilmunya. Terutama, kakek Abdurrahman Wachid (Gus Dur) ini terkenal mumpuni dalam ilmu Hadits.
Langganan:
Postingan (Atom)